Pertanyaan ini muncul dalam pikiran sebagian kita karena adanya pernyataan Allah swt di dalam surat Al-Qadar.
Laylatul Qadar berkait erat dengan Nuzulul Qur’an (turunnya Al-Qur’an). Sehubungan dengan Nuzulul Qur’an dalam makna ini disebutkan setidaknya di dalam tiga surat Al-Qur’an: Surat Al-Qadar, surat Ad-Dukhkhan, dan surat Al-Baqarah.
Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam Al-Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam Al-Qadar itu? Malam Al-Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.” (Al-Qadar: 1-3).
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dibeda-bedakan (dipilah-pilah) segala persoalan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhkhan: 3-4).
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda.” (Al-Baqarah: 185)
Sehubungan Nuzulul Qur’an dalam makna, ayat-ayat tersebut menggunakan kata “Anzala” artinya turun sekaligus. Beda maknanya dengan Nuzulul Al-Qur’an yang menggunakan kata “Nazzala” artinya turun secara bertahap.
Berdasarkan firman Allah tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Nuzulul Qur’an di sini adalah turun sekaligus. Makna Nuzulul Qur’an inilah yang berkait erat dengan Laylatul Qadar yang ditunggu-tunggu oleh kaum mukminin dan muslimin.
Nuzulul Qur’an ini yang dapat menciptakan perubahan kehidupan manusia, mengefektifkan waktu untuk mencapai tujuan. Karena itulah Allah menyatakan malam Al-Qadar lebih baik dari 1000 bulan = 84 tahun.
Nuzulul Qur’an inilah yang mempersingkat waktu kesempurnaan penyampaian misi Rasulullah saw dalam 23 tahun yang semestinya ratusan tahun seperti para nabi dan rasul sebelumnya.
Jika demikian, Al-Qur’an dalam wujud apa yang turun kepada Rasulullah saw di malam Al-Qadar? Al-Qur’an dalam wujud tekstual atau Ruhul Qur’an? Tekstual jelas bukan, karena itu butuh tahapan waktu. Sehingga makna yang tepat di sini adalah Ruhul Qur’an, energi Al-Qur’an. Makna inilah yang berkait erat dengan malam Al-Qadar, malam penetapan takdir.
Sekiranya umumnya kaum muslimin meyakini makna ini dan mengaplikasikan ke dalam aktivitas kehidupan tentu punya pengaruh yang besar. Bisa jadi akan lebih mengefektifkan waktu dan menciptakan perubahan sebagaimana yang telah dicapai oleh Rasulullah saw dalam mengemban misinya selama dalam 23 tahun.
Tapi disini masih ada persoalan, siapakah yang mampu menerima Ruhul Qur’an pasca Rasulullah saw? Gunung-gunung saja tidak mampu menerimanya sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah swt:
“Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (Al-Hasyr: 21).
Dari uraian tersebut dapat kita breakdown ke dalam beberapa pertanyaan:
1. Jika Nuzul Qur’an dimaknai turun secara bertahab, bukankah Al-Qur’an dalam makna ini sudah tidak turun lagi? Lalu apa kaitannya dengan Malam Qadar yang terjadi setiap tahun?
2. Jika Nuzulul Qur’an dimaknai turun sekaligus, apakah Ruhul Qur’an itu turun setiap tahun? Kepada siapa Ruhul Qur’an itu turun pasca Rasulullah saw, dan di akhir zaman ini turun kepada siapa? Ke dalam hati seluruh kaum muslimin? Mampukah hati mereka menerima Ruhul Qur’an? Sementara gunung2 saja tak mampu?
3. Jika Ruhul Qur’an turun bersamaan terjadinya Malam Al-Qadar, mengapa tidak menciptakan perubahan yang signifikan bagi kehidupan manusia?
4. Apakah Laylatul Qadar, malam penetapan takdir, dinyatakan lebih baik dari seribu bulan hanya bermakna fadhail (keutamaan) dalam nilai pahala nanti di akhirat? Dan tidak bermakna sebagai energi yang luar biasa yang dapat menciptakan perubahan, dan mengefektikan produktivitas manusia dalam kehidupan?
5. Apa yang dimaksudkan Laylatul Qadar sebagai malam penetapan takdir? Jika demikian, penetapan takdir terjadi setiap tahun di bulan Ramadhan pada malam Al-Qadar, apa maksudnya?
6. Apa yang dimaksud dengan kalimat surat Ad-Dukhkhan ayat 4: Fîhâ Yufraqu amrun hakîm ( di dalamnya dibeda-bedakan segala persoalan yang penuh hikmah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalo komentar jangan emosi