UNESCO Patahkan Klaim Batik Budaya Malaysia


Seorang pebatik asal Yogyakarta yang sedang mengukir diatas kain untuk menghasilkan kain batik. (SuaraMedia News)Seorang pebatik asal Yogyakarta yang sedang mengukir diatas kain untuk menghasilkan kain batik. (SuaraMedia News)
Solo (SuaraMedia News) - Pengakuan Badan PBB yang mengurusi soal pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) soal batik yang merupakan warisan budaya Indonesia disambut baik  kalangan perajin batik di Solo. Mereka berharap, dengan pengakuan UNESCO itu, polemik saling mengklaim antara Indonesia dan Malaysia soal produk batik segera berakhir.

Kendati demikian, para perajin mengakui untuk menjaga dan membuktikan bahwa batik memang benar-benar asli budaya Indonesia sangat sulit. ”Yang berat itu menjaga dan membuktikan, karena kita ketahui teknik membatik sudah ada sejak ribuan tahun lalu,” kata Ketua Paguyuban Kampoeng Batik Laweyan Solo, Alpha Febela di Solo, Selasa 8 September 2009.

Dia menyatakan, teknik membatik yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, bukan berasal dari Indonesia. Hanya saja dari beberapa negara, perkembangan batik yang paling pesat terjadi di Indonesia. ”Ada yang mengatakan teknik membatik dari Timur Tengah dan Mesopotamia bersamaan melalui jalur masuknya Islam ke Indonesia. Tapi perkembangan yang besar memang di sini seperti kekayaan motif-motinya,” papar dia

Pengakuan UNSECO itu, kata dia, sudah menjadi modal dan motivasi besar bagi para pengusaha batik untuk percaya diri mengembangkan produk batiknya terlebih saat ini para pengusaha batik sedang bersemangat untuk go international. “Ke depan harapannya dapat mendongkrak produksi dan penjualan batik,” ucap dia.

Munculnya klaim batik oleh Malaysia beberapa waktu lalu, menurut Alfa, tidak mempengaruhi pasar ekspor batik. ”Mungkin hanya dampak psikologis. Bagi kita klaim itu baru isu, buktinya ketika kita ekspor ke Malaysia juga tidak terjadi penolakan,” terangnya.

Sementara itu, Sekretaris  Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Solo, Makmun Puspanegara mengaku cukup gembira dengan pengakuan dari UNESCO tersebut. Di Solo sendiri perkembangan industri batik cukup berkembang pesat mulai tahun 2006.

“Sebelum tahun itu, jumlah perajin di Kampung Kauman Solo hanya sekitar enam belas perajin batik, tetapi sekarang ini jumlahnya sudah berkembang menjadi lima puluhan perajin batik,” sebut dia.

Mengenai motif batik sendiri, ia mengaku, jumlahnya cukup banyak. Bahkan, jumlah itu sudah ada sejak jaman dulu semasa pemerintahan Kraton Kasunanan Surakarta.  “Paguyuban batik Kauman beberapa waktu lalu juga sempat membantu mengumpulkan motif batik sebanyak lima ratus jenis. Kemudian, motif-motif tersebut akan didaftarkan dan selanjutnya dipatenkan,” tegas Makmun.

Untuk ikut mengembangkan batik sebagai warisan budaya, dia sangat apresiasif dengan keinginan Presiden SBY yang akan menjadikan kerajinan membatik sebagai kurikulum mata pelajara di sekolah. Dengan demikian, diharapkan para murid akan tahu mengenai kerajinan batik yang sudah menjadi warisan budaya bangsa Indonesia.(vvn) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalo komentar jangan emosi